Rabu, 15 Oktober 2014

PERBANKAN INDONESIA SIAP HADAPI AEC 2015

Dirut Bank BNI, Gatot Suwondo
Dirut Bank BNI, Gatot Suwondo (sumber: Investor Daily/David Gita Roza)
Jakarta -Direktur Utama PT BNI Tbk Gatot Soewondo menilai perbankan Indonesia siap mengahadapi ASEAN Economic Comunity (AEC) 2015. Kinerja fundamental perbankan yang solid dinilai menjadi modal besar mengahadapi AEC 2015.

"Aset perbankan kita tumbuh 14,4 persen, kredit 19,5 persen, Dana pihak Ketiga (DPK) 11,6 persen, inilah yang membuat bank luar sangat ingin masuk, " tuturnya dalam seminar Konsolidasi Perbankan Menghadapi MEA 2015 di Jakarta, Selasa (28/8).
Gatot mengatakan meskipun dari aset perbankan nasional masih relatif lebih kecil, manun pertumbuhan return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) lebih besar dari bank Asia lainnya.
"Perbankan Indonesia sudah well tested (teruji) di tengah regulasi yang begitu liberal, asing bebas masuk, jadi buat apa aset gede-gede tapi return-nya kecil," tambahanya.
Per akhir 2013, lima bank dengan aset terbesar di Asia adalah DBS dengan aset Rp 3.871 triliun, disusul OCBC dengan aset Rp 3.259 triliun, UOB dengan aset Rp 2.737, Maybank Rp 2.078 triliun, CIMB Rp 1.375 triliun.
Sementara perbankan nasional menempati urutan tujuh hingga sepuluh. Di antaranya Bank Mandiri dengan aset Rp 729 triliun, BRI dengan aset Rp 615 triliun, bank BCA Rp 526 triliun dan BNI Rp 398 triliun.
Namun Gatot menilai struktur perbankan nasional perlu diperbaiki terutama dari sisi persebaran. Dari total 119 bank komersil di Indonesia, 90 persennya masih berada di pulau jawa dan 69 diantaranya terpusat di Jakarta.
"Di Irian Jaya, Flores, Kalimantan itu masih didominasi Bank Pembangunan Daerah," tambahnya.
Disatu sisi, tingkat pemiliki rekening dewasa (di atas 17 tahun) di Indonesia masih relatif rendah yakni 16 persen. Sebagai perbandingan, Singapura yang memiliki 125 bank (lima lokal) memiliki tingkat pemilik rekening dewasa diatas 90 persen.
Lebih lanjut, Gatot menilai persaingan dalam AEC 2015 harus menjunjung tinggi prinsip reciprocity, di mana negara lain diharapkan dapat membuka secara luas kesempatan perbankan nasional untuk bisa berekspansi.
"Jadi jangan maunya mereka saja yang bebas masuk ke sini, tapi timbal balik," tambahnya.
Gatot menilai pada dasarnya ada beberapa negara yang jauh lebih tidak siap dibanding Indonesia dalam menghadapi AEC 2015. Oleh karenanya pasar bebas ASEAN sektor perbankan khususnya diundur menjadi tahun 2020.

Sumber :Beritasatu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar